Tgs. Homilitika*
Saya mau
bertanya, disini semua beragama,
tho? [ . . ] Ya, saya yakin. Saya hanya ingin meyakinkan kita semua saja. Kita
adalah pengikut Yesus, kita itu murid-murid Tuhan. Kita adalah Kristen, kita beragama Katolik. Agama adalah sesuatu yang
mampu mengajak kita kepada perdamaian di dunia, agama itu adalah sesuatu yang
mampu menghantarkan kita pada kedekatan dengan Allah. Pada hakikatnya,
semua agama itu baik adanya [Iya apa Iya?].
Saya mau
bertanya lagi. Menurut bapak ibu saudara sekalian,”apa ada orang yang beragama
dengan salah”? [ . . ] Jawabannya: ADA!
Dan memang demikan, bahwa ada orang yang sungguh-sungguh menghayati agamanya
dengan salah – maksudnya penghayatan agama yang salah. Kedengarannya
memang aneh, namun inilah yang
terjadi. “Kita mengangkat fenomena ini
hanya sebagai permenungan saja”.
Dalam hal
ini, dibutuhkan kebijaksanaan dan juga kerendahan hati untuk tidak menelan suatu ajaran secara
mentah-mentah sekalipun itu berlabel agama [Jangan Mak Sut, Mak Nyut]. Setiap
orang harus selalu belajar untuk menggali serta menemukan inti kebenaran dari
suatu ajaran [Salah satu ajaran Tuhan
Yesus]. Bagaimana cara kita menemukannya?
Dengan “4 Tes Kebenaran”. Yaitu : Kebenaran dari kacamata Tuhan [Injil], Kebenaran menurut ilmu
pengetahuan, Kebenaran menurut banyak orang, dan Kebenaran menurut diri kita
sendiri [Hati Nurani]. Kita di sini
telah diberi oleh Tuhan karunia yang begitu besar (bahkan yang memiliki rahmat itu hanyalah manusia), yakni
Akal Budi untuk berpikir.
Tuhan Yesus
memberikan pesan peringatan pada murid-Nya, “Jika hidup keagamaanmu tidak
lebih besar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi,
sesungguhnya kamu tidak akan masuk Kerajaan Surga”. Tuhan Yesus melihat
praktek keagamaan yang dilakukan olah ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi
tidak benar. Mereka,
menurut Tuhan Yesus adalah orang-orang ‘beragama’ yang mengahayati
ajaran agamanya dengan kurang cerdas dan jujur, sehingga penuh kebohongan.
Menurut Tuhan Yesus, orang-orang seperti itulah yang membuat kekacauan dan
beban bagi orang-orang kecil pada jaman itu. Jadi tidak salah kalau Tuhan Yesus
mengkritik mereka sebagai orang yang munafik.
Dari
dulu hingga sekarang pun, orang-orang yang mempraktikkan kehidupan agamanya
seperti itu masih ada. Jangan salah paham dahulu, bisa saja orang-orang seperti itu termasuk diri kita sendiri. Bisa
jadi juga orang-orang lain di sekitar kita yang malah jatuh pada penghayatan
yang salah itu.“Sekali lagi saya mengatakan, bahwa kita
mengangkat fenomena ini hanya sebagai permenungan saja”.
Orang-orang
yang seperti ini itu cenderung fanatik,
munafik, keras terhadap orang lain yang tidak sejalan dengan dia – namun lembek terhadap dirinya sendiri. Saya
yakin, di sini semua sudah banyak yang tahu tentang cerita-cerita bermasalah
yang mengatasnamakan agama. Seperti kerusuhan di Sampang. Perusakan rumah-rumah di Ahmadiyah, pengerusakan rumah
ibadat, bahkan sampai pengeboman gereja. Razia-razia dengan kekerasan pada tempat yang berbau
maksiat, atau pun tempat-tempat penjualan minuman keras dan lain sebagainya.
Itu semua adalah contoh praktek penghayatan agama yang salah. Mereka-mereka semua yang melakukan itu adalah
mereka yang benar-benar butuh waktu untuk hening dan tenang. ”Sudahkan hatiku dan sikapku suci? Bukankah
agama adalah sesuatu yang mengahantar
kita pada ke-SUCI-an?”
Mestinya
agama membawa rahmat kedamaian, kerukunan, dan kesatuan umat manusia. Tapi apa
yang terjadi? Agama malah seringkali
menjadi sumber malapetaka! Benarkah? Tidak! Bukan agamanya, melainkan
orang-orangnya yang tidak begitu cerdas dalam menafsirkan suatu ajaran, serta
melakukan dalam tindakan nyatanya. Agama sejatinya adalah baik, benar, dan
indah bagi manusia.
Oleh karena
itu, semua murid Tuhan Yesus [Termasuk kita] harus melihat dan berani mawas
diri agar kehidupan agamanya benar dan baik. Dengan demikian orang boleh
mengharap Kerajaan Allah. Praktik hidup
agama benar bilamana didasari atas penghayatan
iman yang benar pula.
Orang beriman itu adalah orang-orang yang percaya dan menyerahkan diri
pada Allah yang benar. Allah yang benar adalah Allah yang adalah KASIH. Bila
mengaku diri beragama, tetapi sikapnya tidak mencerminkan kebaikan [Contoh
buruk,] maka sebenarnya orang itu tidak beriman, tapi ‘beragama-agamaan’ alias
beragama palsu.
“Pergilah, imanmu menyelamatkanmu!” Tuhan Yesus selalu mengingatkan kita
bahwa orang dapat masuk Surga itu bukan karena
AGAMAnya tetapi oleh IMANnya. Untuk dapat sampai pada titik itu, kita harus
berusaha dan berjuang dengan keras. Semoga Tuhan selalu menyertai kita dalam
perjalanan kita di dunia. AMIN!
*Tugas Homilitika penulis, sebagai bahan kotbah di salah satu stasi Katolik di Blitar
0 comments